BERITA TERKINI INDONESIA - Calon Presiden Prabowo Subianto menyatakan tujuannya maju dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019 agar tak ada lagi orang miskin di Indonesia. Dia bahkan bertekad memberi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Kami ingin berkuasa untuk mengabdi kepada rakyat. Kami ingin berbakti sehingga tak ada orang yang lapar, tak boleh ada orang miskin di Indonesia," kata Prabowo usai mendaftarkan diri sebagai capres di kantor Komisi Pemilihan umum (KPU), Jakarta Pusat, Jumat (10/8).
Cita-cita Prabowo terbilang tinggi. Berkaca pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 25,95 juta atau 9,82 persen dari total penduduk. Tingkat kemiskinan tersebut bahkan disebut pemerintah sebagai yang terendah sepanjang sejarah.
"Secara historis tidak pernah ada penurunan kemiskinan yang drastis dalam lima tahun kepemimpinan. Dalam 10 tahun terakhir saja hanya turun satu persen," ujar Pengamat Ekonomi Pembangunan Center of Reform in Economics (CORE) Mohammad Faisal.
Menurut Faisal, keinginan Prabowo agar tak ada lagi orang miskin di Indonesia nyaris mustahil. Pasalnya, hampir tak ada satupun negara dengan jumlah penduduk yang besar bebas dari kemiskinan, kendati tergolong sebagai negara maju.
"Mungkin jika negara jumlah penduduknya sedikit itu mungkin. Tapi kalau jumlah penduduknya banyak, bahkan Amerika Serikat dan China saja yang negara maju tak bisa menghapus kemiskinan," ungkap dia.
Ekonom INDEF Bhima Yudistira menerangkan kemiskinan terbagi ke dalam beberapa tingkatan, antara lain kemiskinan kronis.
"Kalau lihat di data BPS, garis kemiskinan (batasan pengeluaran) Rp400 ribu per bulan, itu ada yang di bawah sekali atau dalam sekali kemiskinannya", terang dia.
Menurut Bhima, kemiskinan kronis disebabkan oleh akses pendidikan yang belum merata, infrastruktur terutama terkait kesehatan, dan lapangan kerja yang sempit. Hal ini biasanya terjadi di pedesaan. "Jadi dari lahir sudah miskin. Kemiskinan kronis ini bahkan di negara maju, masih ada," terang dia.
Saat ini menurut dia, pemerintahan Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah mengambil langkah untuk menurunkan tingkat kemiskinan di pedesaan melalui dana desa dan reformasi agraria. Selain itu, ada pula anggaran kesehatan dan pendidikan masing-masing sebesar 5 persen dan 20 persen dari total APBN sesuai undang-undang.
"Dari situ sebenarnya titik awal pengurangan kemiskinan desa. Namun, masih terkendala implementasi. Jadi, kalau Pak Prabowo ingin menurunkan kemiskinan, sebaiknya jangan hanya jargon tapi bagaimana teknis di lapangan," ungkap dia.
Dorong Industri Manufaktur
Selain memaksimalkan program-program yang ada saat ini. Bhima menyarankan pemerintah kembali mendorong industri manufaktur guna menurunkan tingkat kemiskinan secara masif."Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB itu mencapai 14 persen dan serapan tenaga kerjanya besar. Jadi, kalau itu tumbuh bagus akan menciptakan lapangan kerja yang besar dan menurunkan kemiskinan," terang dia.
Senada Faisal juga menyebut industri manufaktur dapat menjadi kunci untuk menurunkan kemiskinan secara masif. "Perlu terobosan. Tak bisa mengandalkan bantuan sosial seperti saat ini. Kuncinya itu membangun industri manufaktur," terang dia.
Menurut dia, Indonesia seharusnya belajar dari China dan Vietnam yang berhasil menurunkan kemiskinan dengan membangun industri manufaktur. Pasalnya, industri ini menyerap tenaga kerja.
"Vietnam itu 2016 masih dua digit (tingkat kemiskinan penduduk), di 2017 sudah 8 persen. Indonesia sekarang 9,8 persen. Kesalip kita," ungkap dia.
Dia menilai pemerintah saat ini terlalu mengandalkan program bantuan sosial. Disisi lain, industri yang selama ini menjadi andalan untuk menciptakan lapangan kerja formal yang dibutuhkan untuk menurunkan kemiskinan terabaikan.
"Sekarang ini yang terjadi justru deindustriliasasi. Perlu ada kebijakan dari hulu ke hilir yang masif untuk membangun kembali industri," pungkas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar